Kepo atau Kuper?

Ketemu lagi nih,, Pastinya dengan topik yang lebih fresh dan menyenangkan. Udah lihat  judulnya kan?? Kali ini sumbernya dari majalah remaja smarteen edisi Oktober 2013 yang judulnya diatas...

Nah, ngomongin tentang kepo, baik nggak sih menurut kalian? Terus kalau dibandingin dengan kuper, gimana ya? Apa kedua sifat itu lumrah terjadi pada remaja? Lalu apa solusinya?
Oke Sob, kita bakalan membahas semuanya sekarang juga. Semoga nantinya hati dan pikiran kita terbuka, jadi tau harus memilih dan menentukan sikap yang kaya gimana. Amin.
Kalian tau kepo kan? Yups, kepo adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan rasa ingin tahu yang berlebih terhadap suatu hal, biasanya tentang orang lain, atau permasalahan orang lain. Gampangnya, pengen tau aja masalah orang lain, padahal belum tentu itu urusan kita.
Istilah kepo sendiri saat ini sedang tren di kalangan remaja, dan tidak menutup kemungkinan kita sebagai remaja muslim juga terserang virus kepo ini. Mau tau urusan orang lain, ngorek-ngorek sampai dalem masalah orang lain.
Nah, masalahnya kenapa remaja sekarang (atau mungkin dari dulu) punya kebiasaan kepo?
Menurut Kak Nisa, salah satu lulusan psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta, pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Terutama dalam kehidupan sosial atau pergaulan mereka.
Remaja juga dalam fase kognitif operasional formal dengan ciri khas pemikiran abstrak, idealis, dan logis. Maksudnya remaja sudah bisa berpikir abstrak, memikirkan sesuatu yang mungkin dapat terjadi, membuat perkiraan dan hipotesis-hipotesis. Remaja juga sering berpikir tentang apa yang mungkin, tentang ciri-ciri ideal diri mereka sendiri, orang lain dan dunia.
Jadi rasa ingin tahu dan penasaran mereka diiringi dengan hasil produksi kognitif yang banyak yang akhirnya diekspresikan dengan berbagai hal. Salah satunya bisa jadi adalah kepo. Rasa ingin tahu kemudian diiringi fase kognitif yang memungkinkan membuat pemikiran-pemiran lebih lanjut.
Nah, karena pertumbuhan remaja yang secara psikologis inilah yang akhirnya memunculkan kekepoan pada segala sesuatu yang terjadi di sekitar mereka.
Apakah kepo identik dengan suatu sifat dan kebiasaan yang negatif? Wait, kita lihat dulu dari sudut pandang mana kita melihatnya. Memang selama ini kepo diidentikkan dengan hal yang negatif karena kebiasaannya mengorek urusan orang lain yang secara berlebihan, tapi bisa kok sifat ini kita balik jadi sifat yang positif.
Seperti yang tadi sudah dijelaskan di awal, fase kognitif remaja yang sudah berkembang, memungkinkan remaja berpikir abstrak, membuat kemungkinan-kemungkinan dan juga sudah mulai berpikir logis. Maksunya remaja mulai mampu berpikir sistematis untuk menyelesaikan masalah-masalah. Nah, fase kognitif ini jika diiringi dengan rasa ingin tahu yang membuatnya ingin menjelajah sesuatu, berpetualang, atau mencoba memahami banyak hal yang baru ini diarahkan pada hal-hal yang positif, tentunya akan membuahkan hasil yang positif pula.
Misalnya nih, mengganti kebiasaan ngepoin profil FB temen dengan ngepoin masa hidupnya Rasulullah SAW. Mengganti kebiasaan mengorek-ngorek urusan orang lain dengan mengorek-ngorek isi Al- Quran buat kita kaji lebih dalam maknanya. Kan jadi keren tuh. Kita bisa belajar banyak. Dari pada patah hati ngepoin FB atau twitter kan… hehe.
Yah, pada intinya kepo terhadap hal-hal yang baik. Dengan rasa ingin tahu dan kemampuan berpikir remaja yang sedang berkembang, remaja dapat belajar banyak dari hasil “kepo” positif ini. “Kepo” banget kenapa kenapa perahu bisa jalan terus membuat kemungkinan-kemungkinan dan mencoba hal baru dengan membuat perahu mainan sederhana misalnya. Kepo itu boleh. Rasa ingin tahu itu tidak salah. Asalkan bisa menyalurkannya pada hal-hal positif yang justru akan menambah kelimuan kita, keimanan kita, dan pengetahuan kita.
Tapi, emang nggak semudah itu kadang kita menjalaninya. Banyak remaja sekarang berdalih, kalo nggak kepo bakalan jadi kuper, kaya katak dalam tempurung. Nah, malah bawa-bawa katak kan?
Banyak remaja di jaman sekarang yang mengidentikkan gaul hanya sebatas kumpul-kumpul bareng temen, hangout jalan-jalan sambil foto-foto trus fotonya diupload ke sosmed, pakai pakaian yang sedang in, dan lain-lain yang itu hanya sebatas hal yang kadang hanya secara duniawi.
But, kita pasti punya sendiri dong pengertian tentang gaul ini. Tentu saja sebagai generasi muslim yang smart, gaul bukan hanya sebatas kebiasaan-kebiasaan yang terkadang terkesan sia-sia di dunia saja. Arti gaul sendiri memang sebenarnya tergantung kita sendiri.
Kalau kita mau kembali ke quran dan sunah, sebenarnya kita sudah diatur bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Seperti yang pernah Rasulullah saw katakan, bahwa kita dianjurkan menjalin tali silaturahim, bergaul dengan orang di sekitar kita, berinteraksi dengan teman-teman kita. Kita memang tidak dianjurkan untuk menutup diri dari kehidupan sosial.
Kuper bisa dikatakan sifat kita yang selalu menutup diri dari interaksi sosial dengan sekitar kita. Agama dan kitab kita pun tidak menganjurkannya. Menjalin silaturahim sesama muslim sangat dianjurkan untuk memperkuat tapi persaudaraan yang akhirnya akan memperkuat agama kita tercinta.
Kuper bisa terjadi pada siapa saja yang dalam hatinya nggak punya niatan buat belajar lebih dari sekitar kita. Padahal kalian tahu kan, di sekitar kita banyak banget hal-hal yang bisa kita pelajari dengan seksama. Sifat kuper atau kurang pergaulan akan menghambat hal itu, menghambat keinginan dan motivasi untuk terus belajar dan terus belajar tentang sekitar kita. Gimana mau belajar, ketemu sama orang lain aja nggak mau, silaturahim aja males-malesan, nyari temen aja ogah-gahan.
 Di dunia maya misalnya. Kita bisa gaul dan menjalin silaturahim dengan banyak orang. Memfollow mereka, ngelike, nyapa lewat media sosial, chatting, kirim email, sms adalah salah satu cara agar kita nggak dikatakan kuper. Dan masih banyak lagi media yang manfaatnya bisa kita gunakan sebagai wadah kita menjalin silaturahim dengan orang lain.
Kalau mau kepo, kepoin aja soal yang baik-baik. Misalnya ni, kita punya teman FB yang baru juara satu MTQ nasional, nah boleh-boleh aja kalau kita kepo tentang kiat-kiatnya bisa juara, ngorek cara dan tips mereka agar kita juga bisa berpresatasi kaya mereka.
Kalau kata bu Istiqomah, seorang dosen Psikologi UMS, nilai lebih dari kepo dalam pergaulan hendaknya sebatas mengetahui manfaat dari mengikuti pergaulan tersebut, menambah ilmu pengetahuan, tapi bukan untuk mengorek informasi dari kehidupan pribadi anggota komunitas itu. Tentu saja tak ingin juga kan informasi paling pribadi dari diri diketahui dan disebar luas ke banyak orang, apalagi yang sifatnya aib alias yang memalukan. Setuju nggak Sob?
Nah, udah tau kan kepo yang positif kaya gimana? Udah tau juga kuper itu sebenarnya kaya apa? Sekarang kembali lagi sama diri kita, mau tetep terkenal tapi syar'i atau mau dikatain katak dalam tempurung karena kita nggak pernah silaturahim? Itu semua hanya diri kita pribadi yang tentuin. Kepo bisa jadi sesuatu yang dianjurkan, tapi juga bisa jadi sesuatu yang dilarang, apa lagi kuper. Nah, mau yang mana kita? --




0 komentar:

Posting Komentar

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Blog links

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Followers

Archives

Widget Animasi

Cari Blog Ini

Wikipedia

Hasil penelusuran


Starbucks Frappuccino